Insiden Affan Kurniawan hingga kini masih menjadi sorotan.
Affan Kurniawan adalah pengemudi ojek online (ojol) yang meninggal dunia setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polri.
Ini terjadi di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Kamis (28/8/2025).
Tujuh anggota Brimob Polri telah diamankan dan diperiksa terkait insiden ini.
Bripka Rohmat, driver rantis yang melindas ojol Affan Kurniawan, dijatuhi sanksi demosi 7 tahun.
Istilah demosi dalam bidang kepolisian tercantum dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja KKEP.
Berdasarkan Pasal 1 angka 24, demosi adalah mutasi yang sifatnya hukuman, yakni berupa pelepasan atau penurunan jabatan ke level yang lebih rendah.
Sementara Kompol Cosmas yang duduk di samping driver rantis, dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sidang kedua polisi tersebut berlangsung haru, mereka sama-sama mengungkit soal perintah atasan.
Pengakuan Bripka Rohmat dan Kompol Cosmas ini jadi sorotan Eks Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji.
Menurut Susno Duadji, tugas rantis itu bukan untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Melainkan untuk mengamankan pengunjuk rasa agar pengunjuk rasa tidak diganggu, tidak disusupi oleh kelompok-kelompok perusuh, supaya unjuk rasa sebagai hak konstitusional warga negara dalam suatu negara demokrasi bisa terlaksana dengan baik.
Makanya, kata dia, dalam pengamanan unjuk rasa bukan tiba-tiba rantis itu ada di DPR, sebab jauh-jauh hari sebelumnya sudah terdiksi akan ada unjuk rasa, tentunya ada pembentukan organisasi pengamanan.
"Nah, sekarang saya tidak tahu Polda Metro Jaya atau Mabes Polri membentuk suatu organisasi apa tidak, tapi saya yakin pasti dibentuk organisasinya," katanya.
"Nah, si pemeriksa kode etik apakah sudah memeriksa rencana pengamanan itu ?, siapa yang akan atau yang berhak memerintahkan pergerakan rantis itu ?, kemudian tugas rantis itu untuk apa ?," sambung dia.
Rencana pengamanan itu, kata Susno, pasti ada dan dibriefingkan kepada anggota kemudian pada saat terjadi sesuatu, apa cara bertindaknya ?, cara bertindak satu, cara bertindak dua dan sebagainya itu dijelaskan.
Dalam pengerakan rantis itu, kata Susno, pasti ada komandonya.
"Pergeserannya tuh ke mana ?, untuk apa ?, itu pasti ada perintah dari komando di lapangan. Atau mungkin juga komando yang lebih tinggi daripada yang di lapangan.
Dan tentunya dalam memerintahkan Rantis itu bergerak dengan memperhatikan kondisi lapangan, bukan semaunya si pengemudi," katanya.
"Nah, sekarang sejauh mana tanggung jawab pengemudi dan sejauh mana tanggung jawab Kompol Cosmas?.
Kita lihat kita hanya mengikuti di luar ya, tidak begitu dijelaskan oleh Humas Polri, Kompol Cosmas itu jabatannya apa dalam operasi ini ?, kemudian di Rantis itu dia sebagai apa?, hanya penumpang atau dialah yang memimpin gerakan rantis itu ?," ungkapnya.
Pengakuan Kompol Cosmas dan Bripka Rohmat
Dalam sidang putusan sanksi kode etik, Kompol Cosmas sempat mengaku beberapa hal sebagai pembelaannya usai disanksi PTDH.
Selain turut menyampaikan belasungkawa serta mengaku tidak bermaksud menabrak Affan Kurniawan, dia juga sempat mengungkit soal perintah atasan.
"Sesungguhnya saya hanya melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai perintah institusi dan perintah komandan secara totalitas," kata Cosmas dengan nada bergetar dikutip dari Kompas TV, Kamis (4/9/2025).
"Untuk menjaga keamanan ketertiban umum juga keselamatan seluruh anggota yang saya wakili, walaupun juga dengan risiko yang begitu besar," sambung dia.
Ungkapan itu juga disampaikan Bripka Rohmat seusai dia dijatuhi sanksi demosi di sidang kode etik Propam.
"Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga, dengan lubuk hati yang paling dalam, kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf," kata Bripka Rohmat dengan nada getar.
"Karena kejadian tersebut saya sebagai Bhayangkara Brimob, Bhayangkara Polri, hanya menjalankan tugas perintah pimpinan, bukan kemauan diri sendiri, namun hanya melaksanakan tugas dari pimpinan," ungkap Bripka Rohmat.