CIKARANG PUSAT – Pemerintah Kabupaten Bekasi memasang target ambisius: menurunkan prevalensi stunting menjadi satu digit atau di bawah 10 persen. Target ini muncul setelah capaian signifikan pada 2024, di mana angka stunting berhasil ditekan dari 23,2 persen menjadi 18,4 persen.
Keberhasilan ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam ajang Penilaian Kinerja Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2025. Penilaian tersebut berlangsung secara virtual di Command Center Diskominfosantik pada Rabu (13/8/2025).
Asisten Daerah I Setda Kabupaten Bekasi, Sri Enny Mainiarti, menegaskan bahwa penurunan stunting merupakan hasil kolaborasi erat antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan dukungan berbagai pihak di luar pemerintahan, termasuk Baznas, pelaku industri, perguruan tinggi, serta masyarakat.
“Prinsipnya, rencana aksi dikerjakan bersama-sama oleh OPD Kabupaten Bekasi dan lintas sektor lainnya. Semua berkolaborasi,” ujar Sri Enny.
Delapan aksi konvergensi yang dilaksanakan meliputi analisis situasi, penyusunan rencana kegiatan, rembuk stunting di tingkat kabupaten dan kecamatan, hingga penetapan regulasi daerah. Berdasarkan data Dinas Kesehatan melalui aplikasi e-PPGBM 2024, tercatat 3.948 anak di Kabupaten Bekasi mengalami stunting.
Urbanisasi menjadi salah satu faktor munculnya kasus baru. Pendatang baru sering membawa permasalahan kesehatan tambahan, termasuk risiko stunting pada anak.
Pencegahan Sejak Dini
Plt. Kepala Bappeda Kabupaten Bekasi, Ida Farida, menekankan pentingnya pencegahan sejak remaja, terutama bagi remaja putri. Edukasi kesehatan, pemberian tablet tambah darah, dan persiapan sebelum menjadi ibu dilakukan lewat sinergi Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Diskominfosantik.
“Tidak cukup hanya memberi makanan tambahan. Semua harus melihat dari hulunya, termasuk sanitasi, lingkungan, dan pola asuh,” jelas Ida.
Penanganan stunting di Kabupaten Bekasi dilakukan secara terintegrasi lintas sektor, mencakup kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, hingga ketahanan pangan. Pendanaan berasal dari APBN, dana CSR perusahaan, partisipasi aktif masyarakat, serta APBD yang berfungsi sebagai stimulus awal.
Ida juga menyoroti peran media massa dalam mengedukasi masyarakat mengenai gizi seimbang, sanitasi, dan pemanfaatan pangan lokal. Salah satu contoh yang disampaikan adalah pemanfaatan daun kelor yang mudah dibudidayakan dan memiliki kandungan gizi tinggi.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan komitmen bersama, Pemkab Bekasi optimistis angka stunting dapat terus ditekan, meskipun tantangan seperti pertumbuhan penduduk dan urbanisasi masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.[my]

