Indonesian Corruption Watch (ICW) mengkritisi langkah pemerintah dalam perencanaan proyek-proyek besar negara, salah satunya Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Aktivis dan peneliti ICW, Almas Sjafrina, menilai proyek Whoosh menunjukkan lemahnya perencanaan sejak awal. Hal itu ia sampaikan dalam tayangan podcast bersama Bambang Widjojanto yang diunggah pada Rabu, 12 November 2025.
“Yang membuat bingung kok sekarang baru ribut gimana cara bayarnya, ini harusnya sudah dipikirkan sebelum proyeknya jalan,” kata Almas.
Utang Whoosh yang Membengkak
Isu utang proyek Whoosh mencuat setelah Direktur Utama PT KAI (Persero), Bobby Rasyidin, menyebutnya sebagai “bom waktu”. Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa utang tersebut tidak akan dibayar menggunakan APBN.
Total nilai utang yang harus diselesaikan kini mencapai Rp116 triliun. Menurut Almas, persoalan ini seharusnya bisa dihindari jika perencanaan dilakukan secara matang sejak awal proyek dijalankan.
“Sebetulnya ini menunjukkan pemerintah belum matang di level perencanaan. Persiapan belum tuntas tapi proyek sudah jalan,” ujarnya.
Proyeksi dan Kajian yang Melenceng
Almas menambahkan bahwa lemahnya kajian awal membuat proyeksi pendapatan Whoosh meleset jauh dari harapan.
“Harusnya ada hitungan jelas soal siapa target penumpangnya, kebutuhan transportasi publik, dan potensi pendapatan untuk menutup utang ke China,” ucapnya.
Menurutnya, kajian komprehensif sangat penting agar keputusan strategis seperti proyek infrastruktur besar tidak menimbulkan beban keuangan jangka panjang. “Kalau perencanaannya beres, 50 persen pekerjaan sudah selesai,” tambahnya.
ICW Desak Pemerintah Ungkap Kajian Proyek
Menanggapi polemik yang makin ramai, ICW mendesak pemerintah untuk membuka kajian awal proyek Whoosh kepada publik.
“Soal Jakarta–Bandung ini kan banyak alternatif transportasi. Ada kereta, travel, mobil pribadi juga cepat. Jadi harusnya keputusan itu berbasis hitung-hitungan yang rigid,” terang Almas.
Meski begitu, ia tak menampik bahwa Whoosh memberikan manfaat dalam mempercepat waktu tempuh. Namun, menurutnya, kebijakan yang berpotensi menimbulkan utang besar perlu melalui proses kajian yang ketat dan transparan.
Rincian Utang Proyek Whoosh
Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menjelaskan bahwa proyek ini awalnya ditawarkan oleh Jepang senilai 6,2 miliar dolar AS. Namun, pemerintah Indonesia memilih penawaran dari China sebesar 5,5 miliar dolar AS, yang kemudian membengkak menjadi 7,27 miliar dolar AS karena cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS.
Dari total biaya tersebut, 75 persen didanai melalui pinjaman dari China Development Bank, dan 25 persen sisanya berasal dari modal pemegang saham — gabungan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebanyak 60 persen dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. sebanyak 40 persen.
Kini, pemerintah melalui Danantara sedang bernegosiasi dengan pihak China untuk memperpanjang tenor pelunasan utang dari 40 tahun menjadi 60 tahun.

