Aceh masih menghadapi jalan panjang untuk pulih setelah dilanda banjir bandang dan tanah longsor besar. Kerusakan infrastruktur, layanan publik, hingga tempat tinggal warga membuat proses pemulihan menjadi tantangan serius yang membutuhkan waktu dan anggaran sangat besar.
Pemerintah pusat melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, memperkirakan kebutuhan dana pemulihan Aceh mencapai Rp25,41 triliun. Anggaran tersebut dibutuhkan untuk memperbaiki rumah warga, akses jalan, jembatan, fasilitas umum, hingga pemulihan layanan dasar masyarakat.
Pemulihan Aceh Butuh Waktu Panjang
Pernyataan tersebut disampaikan Suharyanto dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah kementerian/lembaga di Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12/2025).
Menurutnya, data kerusakan masih bersifat dinamis dan terus diperbarui seiring berjalannya proses penanganan di lapangan. Fokus utama saat ini adalah memastikan seluruh wilayah terdampak kembali dapat dijangkau dan terkoneksi.
“Secara berangsur-angsur akan kita normalkan. Yang penting sekarang tidak ada lagi masyarakat Aceh yang sama sekali tidak bisa berkomunikasi,” ujar Suharyanto.
Hingga Minggu malam, BNPB mencatat 37.546 rumah mengalami kerusakan, mulai dari kategori ringan, sedang, hingga rusak berat. Beberapa rumah bahkan dilaporkan hilang tersapu banjir bandang.
Jaringan Komunikasi Masih Jadi Masalah Krusial
Salah satu tantangan terbesar dalam pemulihan Aceh adalah jaringan komunikasi. Sejumlah wilayah belum dapat terhubung secara normal dan masih bergantung pada perangkat darurat.
“Ada lima kabupaten/kota yang komunikasi publiknya masih mengandalkan WiFi Starlink, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Aceh Tamiang,” jelas Suharyanto.
Kondisi ini membuat proses distribusi bantuan dan pendataan warga terdampak menjadi jauh lebih kompleks.
Bantuan dari Jakarta Berhasil Tembus Wilayah Terisolasi
Di tengah kondisi tersebut, bantuan dari Jakarta menjadi secercah harapan bagi warga di daerah yang terisolasi. Bakrie Group melalui kolaborasi Yayasan Bakrie Untuk Negeri dan LAZNAS Bakrie Amanah, dengan dukungan PT Bumi Resources Minerals Tbk serta Linge Minerals Resources, berhasil menyalurkan bantuan ke wilayah yang sulit dijangkau.
Bantuan diberangkatkan dari Jakarta pada Selasa, 2 Desember 2025, melalui jalur darat dan udara yang penuh hambatan. Setelah menempuh perjalanan ekstrem selama dua hari, tim akhirnya berhasil masuk ke area yang sebelumnya lumpuh total akibat kerusakan jalan dan jembatan.
Ribuan Warga Terbantu
Titik distribusi pertama berada di Aceh Tamiang, dengan sekitar 2.000 penerima manfaat. Sebanyak 700 paket sembako dan perlengkapan darurat berhasil disalurkan setelah akses jalan dibuka secara terbatas.
Selanjutnya, bantuan menjangkau Aceh Tengah dan diterima langsung oleh Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga. Selain paket sembako, tim juga menyerahkan perangkat Starlink, power station, dan panel surya guna memulihkan komunikasi yang terputus total.
Distribusi di wilayah ini bahkan dilakukan menggunakan helikopter ke tiga desa terdampak utama—Lumut, Iseise, dan Owaq—serta sejumlah desa sekitar yang terisolasi.
Dalam sambungan video call, Bupati Haili Yoga menyampaikan apresiasi mendalam atas kehadiran tim bantuan tersebut.
“Sudah hari ke-10 lokasi kami belum tersentuh bantuan. Lewat darat pun tidak bisa karena jalan dan jembatan rusak. Bakrie Tanggap ini tamu istimewa, masyarakat kami sangat membutuhkan,” ujar Haili Yoga dengan haru.
Langkah Awal Menuju Pemulihan
Keberhasilan bantuan dari Jakarta menembus daerah terisolasi menandai langkah penting dalam proses pemulihan Aceh. Kehadiran para relawan sebagai first responder membantu memastikan warga terdampak tidak lagi terputus dari kebutuhan dasar dan akses komunikasi.
Rencana distribusi bantuan lanjutan juga telah disiapkan guna menjangkau lebih banyak wilayah terdampak, seiring upaya pemerintah dan berbagai pihak mempercepat pemulihan Aceh menuju kondisi normal.
