Kisah banjir bandang di zaman Nabi Nuh atau banjir bah masih menjadi salah satu legenda paling kuat dalam sejarah manusia. Cerita ini hidup dalam tradisi tiga agama samawi dan terus direproduksi dari masa ke masa. Namun pertanyaan besar tetap menggantung: benarkah banjir global itu benar-benar terjadi?
Di luar teks keagamaan, sejumlah ilmuwan mencoba menggali bukti-bukti geologis untuk menjawab apakah peristiwa itu merupakan kenyataan historis atau sekadar alegori dari bencana lokal yang ekstrem.
Tidak Ada Bukti Banjir Global, Kata Geolog
Profesor geomorfologi dari University of Washington, David Montgomery, menegaskan bahwa catatan geologi tidak menunjukkan pernah terjadinya banjir global yang menutupi seluruh bumi. Dalam bukunya The Rocks Don’t Lie, ia menjelaskan bahwa jumlah air di planet ini tidak cukup untuk menenggelamkan bumi hingga ke puncak gunung tertinggi.
Bahkan jika seluruh air atmosfer turun serempak, permukaan air hanya naik sekitar 2,5 sentimeter. Begitu pula jika seluruh es bumi mencair, permukaan laut hanya naik sekitar 60 meter—jauh dari cukup untuk menutupi puncak Everest yang menjulang hampir 9.000 meter.
Selain itu, ahli geologi tidak menemukan jejak endapan khas yang menunjukkan adanya peristiwa banjir global serentak dalam sejarah bumi.
Kisah Banjir Dalam Tradisi Kuno
Ira Spar, profesor studi kuno dari Ramapo College of New Jersey, menilai kisah banjir Nuh kemungkinan merupakan adaptasi dari tradisi lisan yang lebih tua. Dalam tradisi Mesopotamia, terdapat setidaknya dua epos yang menggambarkan bencana banjir dahsyat jauh sebelum teks-teks keagamaan ditulis.
Epos Gilgamesh menceritakan tokoh Utnapishtim yang diselamatkan oleh dewa melalui perintah membangun kapal besar.
Epos Atrahasis mengisahkan seorang kepala suku yang bertahan hidup dari banjir Sungai Tigris dan kemudian mempersembahkan kurban setelah air surut—mirip dengan kisah Nuh.
Kemiripan pola cerita, lokasi geografis, dan simbolisme kurban membuat para ahli menilai bahwa kisah banjir dalam kitab suci memiliki akar kuat dari kebudayaan Mesopotamia kuno.
Apakah Ada Banjir Besar yang Realistis Secara Ilmiah?
Meski menolak konsep banjir global, Montgomery tidak menafikan adanya bencana banjir besar yang bisa menjadi sumber inspirasi cerita tersebut. Pada 1990-an, ahli kelautan William Ryan dan Walter Pitman mengusulkan teori bahwa Laut Hitam pernah mengalami banjir besar ketika air dari Laut Mediterania mengalir masuk ke cekungan yang sebelumnya kering sekitar 7.500 tahun lalu.
Meskipun studi lanjutan pada 2009 menyatakan bahwa banjir itu mungkin tidak sebesar hipotesis awal, peristiwa seperti ini tetap dianggap cukup dramatis untuk membentuk legenda turun-temurun.
Selain itu, banyak budaya di dunia—termasuk masyarakat asli Amerika, Pasifik Selatan, dan Amerika Selatan—memiliki cerita banjir besar yang mirip tsunami, yang kemungkinan terinspirasi dari peristiwa lokal akibat gempa atau letusan gunung berapi.
Bukti Geologi: Tidak Sinkron dengan Banjir Global
Salah satu bukti ilmiah yang paling kuat menolak banjir global adalah keberadaan lapisan evaporit dan red beds (lapisan merah) yang ditemukan di berbagai benua. Evaporit seperti garam batu dan gipsum hanya terbentuk ketika air menguap dalam jangka panjang, biasanya di lingkungan kering seperti gurun.
Sementara retakan lumpur yang fosilnya ditemukan dalam lapisan merah hanya bisa terbentuk jika lumpur mengering di udara terbuka. Dengan kata lain, lapisan ini menunjukkan periode kering dan basah yang berulang dalam rentang waktu lama—bukan satu peristiwa banjir besar yang menyelimuti bumi selama setahun penuh.
Anehnya, lapisan-lapisan ini tidak berada di bagian paling atas endapan sedimen (yang seharusnya terjadi jika bumi mengering satu kali setelah banjir global), tetapi tersebar di berbagai lapisan waktu. Ini menguatkan bahwa pembentukan lapisan tersebut terjadi di lingkungan lokal, bukan global.
Banjir Nuh: Mitos Global atau Fakta Regional?
Jika dilihat dari perspektif ilmiah, catatan geologis tidak mendukung banjir global yang menenggelamkan seluruh bumi. Namun banyak teori yang menyebut bahwa kisah tersebut mungkin lahir dari bencana banjir regional yang sangat besar—cukup besar untuk meninggalkan trauma kolektif yang kemudian diwariskan dalam bentuk cerita sakral.
Sementara dari sudut pandang keagamaan, kisah banjir Nuh tetap memiliki makna moral yang mendalam dan menjadi bagian penting dari narasi spiritual umat beragama.
Pada akhirnya, legenda banjir ini menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan, sejarah, dan nilai keimanan yang terus dibahas hingga sekarang.
