Notification

×

Iklan

Iklan

Ketua KPU Akhirnya Buka Suara Usai Disanksi DKPP karena Jet Pribadi Rp90 Miliar: “Kami Hormati Keputusan Itu”

Oktober 24, 2025 Last Updated 2025-10-24T03:27:11Z

Ketua KPU Akhirnya Buka Suara Usai Disanksi DKPP karena Jet Pribadi Rp90 Miliar


Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, akhirnya menanggapi sanksi peringatan keras yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


Afifuddin dinilai melanggar kode etik setelah terungkap menggunakan pesawat jet pribadi sebanyak 59 kali selama masa kampanye Pemilu 2024, dengan total biaya mencapai Rp 90 miliar.


DKPP menilai tindakan tersebut mencerminkan gaya hidup hedon dan tidak pantas dilakukan oleh seorang penyelenggara pemilu.


“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Mochammad Afifuddin, selaku Ketua merangkap anggota KPU,” ujar Ketua DKPP Heddy Lukito, dikutip dari kanal YouTube DKPP, Rabu (22/10/2025).


Selain Afifuddin, lima pejabat lain KPU juga menerima sanksi serupa, termasuk Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Bernad Darmawan Sutrisno (Sekjen KPU).


Respons Ketua KPU: Hormati Keputusan DKPP


Menanggapi sanksi tersebut, Afifuddin menyatakan bahwa KPU menghormati keputusan DKPP dan akan menjadikannya sebagai pembelajaran.


“Kita hormati putusan DKPP. Menjadi pembelajaran untuk ke depannya,” ujarnya singkat, Rabu (22/10/2025).


Sebelumnya, dalam sidang DKPP pada Selasa (21/10/2025), anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengungkap bahwa Afifuddin dan anggota KPU lainnya menggunakan jet pribadi untuk perjalanan dinas ke berbagai daerah, termasuk Bali dan Kuala Lumpur, Malaysia.


Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak satu pun perjalanan tersebut terkait dengan pendistribusian logistik Pemilu, seperti yang sebelumnya diklaim oleh pihak KPU.


Jet Pribadi untuk “Monitoring Daerah 3T”?


Dalam sidang, para anggota KPU beralasan bahwa penggunaan jet pribadi dilakukan untuk monitoring logistik di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).


Namun, DKPP menegaskan bahwa sebagian besar wilayah yang dikunjungi bukan daerah 3T, bahkan memiliki akses penerbangan komersial yang memadai.


Jet pribadi jenis Embraer Legacy 650 yang digunakan disebut sebagai salah satu pesawat mewah dengan fasilitas eksklusif.


Fakta tersebut semakin memperkuat pandangan bahwa penggunaan jet pribadi tidak berkaitan dengan tugas mendesak penyelenggaraan pemilu.


Profil Singkat Mochammad Afifuddin


Afifuddin ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua KPU RI menggantikan Hasyim Asy’ari yang diberhentikan DKPP karena kasus asusila pada Juli 2024.


Pria yang akrab disapa Cak Afif ini merupakan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Indonesia, dengan latar belakang akademik di bidang Ilmu Politik.


Sebelum menjabat di KPU, Afif aktif di Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan pernah menjadi Board of Director Asian Network for Free Elections (ANFREL) di Bangkok.


Selain itu, Afif juga dikenal sebagai dosen Ilmu Politik di UIN Jakarta dan pernah aktif di Gerakan Pemuda Ansor yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU).


Harta Kekayaan Afifuddin Naik Usai Jadi Ketua KPU


Berdasarkan data LHKPN 2024, kekayaan Afifuddin tercatat naik dari Rp 5,89 miliar menjadi Rp 6,20 miliar setelah menjabat Ketua KPU RI.


Kenaikan sekitar Rp 303 juta tersebut berasal dari aset tanah, bangunan, dan kendaraan pribadi.


Rinciannya meliputi:


Tanah dan bangunan di Tangerang Selatan & Kuningan senilai Rp 5,8 miliar


Tiga kendaraan: Honda HR-V, Vespa Sprint S, dan motor Honda


Kas dan setara kas Rp 467 juta


Total kekayaan bersih: Rp 6,20 miliar setelah dikurangi utang Rp 396 juta


DKPP: Bukan Kasus Logistik, tapi Pelanggaran Etika


DKPP menegaskan, kasus Afifuddin dan jajarannya bukan terkait peredaran dana ilegal atau penyimpangan anggaran, melainkan pelanggaran etika penyelenggara negara.

“Ini salah satu mis yang harus diluruskan. Bukan peredaran dana, tetapi pelanggaran etik atas penggunaan fasilitas mewah secara berlebihan,” tegas Heddy Lugito.


Putusan ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh penyelenggara pemilu agar tetap menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan kesederhanaan dalam menjalankan tugas negara.