Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang meminta Mendagri Tito Karnavian memproses pemecatan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS menunjukkan pola pikir yang masih kental dengan gaya Orde Baru. Menurutnya, cara pandang tersebut sangat sentralistik dan berakar dari latar belakang Prabowo sebagai perwira militer.
Ray menjelaskan, gagasan bahwa kepala daerah bisa langsung diberhentikan oleh pemerintah pusat mencerminkan pendekatan kekuasaan terpusat yang dulu kuat melekat pada rezim Orde Baru. “Pola pikir seperti ini muncul dari pengalaman beliau sebagai tentara dan tumbuh di era Orba,” ujarnya melalui pesan singkat, Rabu (10/12).
Ia juga menyinggung sejumlah kebijakan Prabowo yang dinilai sejalan dengan pendekatan sentralistik tersebut. Salah satunya adalah digagasnya retret atau pertemuan tertutup khusus dengan para kepala daerah, yang menurut Ray memperlihatkan hubungan top-down antara pusat dan daerah. Selain itu, keinginan Prabowo mengubah mekanisme pilkada langsung menjadi pemilihan melalui DPRD juga dinilai mengarah pada penguatan kontrol pemerintah pusat terhadap daerah.
“Jika kepala daerah dipilih DPRD, posisinya akan jauh lebih bergantung pada pusat. Itu semakin mempersempit ruang otonomi daerah,” kata Ray.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo sebelumnya meminta Mendagri Tito Karnavian memproses pemecatan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS. Langkah ini diambil setelah Mirwan kedapatan berangkat umrah saat wilayahnya dilanda banjir dan longsor. Tindakan Mirwan tersebut menuai kecaman luas karena dianggap mengabaikan tanggung jawab sebagai kepala daerah.
Ray tidak membela tindakan sang bupati. Ia menegaskan bahwa keputusan Mirwan meninggalkan daerah saat bencana merupakan kesalahan besar. “Tidak bisa dibenarkan dari sisi apa pun,” tegasnya.
Namun demikian, Ray mengingatkan bahwa pelanggaran tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mengambil langkah yang melampaui mekanisme hukum. Menurutnya, pemberhentian kepala daerah memiliki prosedur yang jelas dan tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan instruksi presiden ke Mendagri.
“Mengkritik bupatinya boleh, tetapi mencopotnya lewat Mendagri adalah kekeliruan yang fatal,” pungkas Ray.
