Notification

×

Iklan

Iklan

Rencana Bea Keluar Ekspor Emas Bikin Saham Emiten Rontok, Investor Mulai Waspada

November 19, 2025 Last Updated 2025-11-19T08:51:28Z



Rencana pemerintah menerapkan bea keluar untuk ekspor produk emas menimbulkan kekhawatiran bagi emiten produsen logam mulia. Hal ini tercermin dari melemahnya harga saham sejumlah emiten emas pada perdagangan Selasa (18/11/2025).

Berdasarkan data pasar, mayoritas emiten emas mencatat penurunan harga saham setelah kebijakan tersebut diumumkan. Dua emiten Grup Merdeka, yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) terkoreksi masing-masing 3,98% ke Rp 2.170 dan 1,31% ke Rp 3.780 per saham.

Tekanan yang sama dialami PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) yang turun 3,36% ke Rp 1.150, serta PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) yang melemah 3,64% ke Rp 530 per saham. Emiten lain seperti PT United Tractors Tbk (UNTR)—yang memiliki lini bisnis emas—turun 2,77%, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melemah 1,63% ke Rp 3.010 per saham.

Di sisi lain, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) stagnan di level masing-masing Rp 930 dan Rp 1.295 per saham.

Pasar Waspada Terhadap Dampak Bea Keluar

Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, menilai koreksi harga saham mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap rencana bea keluar yang diproyeksikan mencapai 7,5%–15%. Tarif tersebut berpotensi menekan harga jual bersih dan memangkas margin laba.

Dampaknya berbeda bagi tiap perusahaan. PSAB disebut sebagai emiten paling rentan karena sekitar 95% pendapatannya berasal dari ekspor, sehingga potensi penurunan pendapatan dapat mencapai lebih dari 14%.

Sebaliknya, emiten yang berorientasi domestik seperti ANTM minim risiko karena porsi ekspornya kecil.

Menurut Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, emiten seperti BRMS, ARCI, MDKA, EMAS, hingga emiten hilir seperti HRTA, diperkirakan merasakan dampak tidak langsung berupa sentimen negatif jangka pendek.

Momentum untuk Fokus Domestik & Hilirisasi

Meski menekan ekspor, kebijakan ini berpotensi menjadi momentum bagi emiten emas untuk meningkatkan penjualan domestik. Permintaan emas batangan dan perhiasan di dalam negeri masih tinggi, sehingga produsen berpeluang meningkatkan volume penjualan lokal.

Tambahan biaya ekspor juga dapat mendorong percepatan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter), produksi minted bar, serta produk emas bernilai tambah lainnya. Emiten hilir seperti HRTA berpotensi mendapat pasokan bahan baku lebih stabil, sementara ANTM berpeluang memperkuat dominasinya di pasar emas batangan nasional.

Abida menambahkan, meningkatnya pasokan dore dan granules ke dalam negeri dapat mendukung industri pemurnian serta manufaktur emas lokal. Ia memperkirakan koreksi harga saham akibat sentimen bea keluar hanya bersifat sementara hingga pasar memahami risiko tiap emiten secara lebih spesifik.

Prospek Saham: ANTM Jadi Pilihan Utama

Dalam jangka panjang, prospek sektor emas dinilai tetap solid karena harga emas global sedang dalam tren bullish dan diproyeksikan berada di kisaran US$ 4.275–US$ 5.055 per ons troi pada 2026.

Abida merekomendasikan ANTM sebagai pilihan utama berkat valuasi menarik dengan PBV 1,34 kali dan risiko bea keluar yang rendah. Target harganya dipatok di Rp 4.100 per saham.

MDKA juga dianggap layak koleksi berkat diversifikasi bisnis dan target harga tertinggi di kisaran Rp 3.858.

Sebaliknya, saham seperti PSAB dinilai lebih baik dihindari atau menjadi objek profit taking mengingat ketergantungannya yang besar pada kegiatan ekspor.

Sementara itu, Arinda menilai stabilisasi sentimen akan ditentukan oleh harga emas global dan respons manajemen emiten dalam mengatur strategi penjualan. Ia menyebut BRMS dan MDKA masih menarik bagi investor dengan target harga masing-masing Rp 1.030 dan Rp 3.000 per saham.